Home HaditsPenjelasan Hadits Penjelasan Umdatul Ahkam (Hadits Ke-26): Jika Merasa Berhadats Setelah Thaharah

Penjelasan Umdatul Ahkam (Hadits Ke-26): Jika Merasa Berhadats Setelah Thaharah

by Ustadz Ivana

-Dari 1. Kitab Thaharah, 4. Bab Tentang Madzi dan Lainnya-

1. كِتَابُ الطَّهَارَةِ – 4. بَابٌ فِي الْمَذْيِ وَغَيْرِهِ

A. Redaksi Hadits:

عَنْ عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ بْنِ عَاصِمٍ الْمَازِنِيِّ رضي الله عنه قَالَ: شُكِيَ إلَى النَّبِيِّ ﷺ الرَّجُلُ يُخَيَّلُ إلَيْهِ أَنَّهُ يَجِدُ الشَّيْءَ فِي الصَّلاةِ، فَقَالَ: لا يَنْصَرِفُ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

2/26. Dari Abbad bin Tamim, dari Abdullah bin Zaid bin Hasyim Al Mazini radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

“Diceritakan kepada Nabi ﷺ tentang seseorang yang merasa ada sesuatu (kentut) yang keluar darinya saat ia salat, maka beliau bersabda: ‘Janganlah ia membatalkan salatnya kecuali jika mendengar suara atau mencium baunya’” (HSR Bukhari dan Muslim).

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

B. Sahabat yang Meriwayatkan Hadits Ini: Abdullah bin Zaid al Mazini

Biografinya sudah ditulis di pembahasan hadits no. 9.

Adapun Abbad bin Tamim al Mazini adalah keponakannya Abdullah bin Zaid. Abbad adalah seorang tabiin dan bapaknya -yaitu Tamim- adalah seorang sahabat (hl) tetapi ia berbeda dengan Tamim ad Dari.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

C. Tema Hadits: Hukum ragu ‘apakah berhadats?’ saat seseorang telah dalam keadaan suci (hl).

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

D. Kosa Kata:

– Mendengar suara atau mencium baunya (يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا): Yakin mendengar atau mencium baunya (ut).

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

E. Makna Umum:

Hadis ini merupakan dalil untuk sikap ‘membuang keraguan dan mengambil keyakinan’ (br). Jika seseorang yakin telah berwudu lalu -ketika salat atau di luar salat- dia ragu apakah berhadas atau tidak, maka yang dihitung adalah wudunya dan ‘dugaan berhadats’nya diabaikan.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

F. Faidah Terkait Hadits Ini:

– Bertanya kepada ahlinya (af)

– Tidak malu dalam menanyakan atau membahas ilmu, tetapi juga berusaha menjauhi kata yang memalukan (tabu) ketika membahasnya (af). Bahkan Ali yang malu menanyakan sesuatu kepada Rasulullah ﷺ pun menyuruh seseorang untuk menanyakannya, sebagaimana di pembahasan hadits ke-25.

– Ragu ‘apakah berhadats?’ setelah melakukan taharah tidak membatalkan wudu maupun salat (br). Keraguan 50% pun tidak membatalkan wudu (hl)

– Dalam hal najis pun demikian, jika ragu apakah terkena najis: Maka yang dipegang adalah hukum asal ‘tidak terkena najis’ selama tidak ada bukti meyakinkan (sd)

– Larangan membatalkan salat tanpa sebab yang jelas (bs)

– Adapun jika seseorang yakin telah berhadats maka salatnya batal (br) dan dia harus berwudu lagi

– Kentut -dengan atau tanpa suara dan bau- itu membatalkan wudu (bs hl)

– Batalnya wudu dapat diketahui dengan cara apapun yang meyakinkan, tidak mesti harus dengan terdengar suara atau tercium baunya (br)

– Kaidah Fikih: Keraguan Tidak Menghilangkan Keyakinan (br) atau Keyakinan Tidak Hilang dengan Keraguan(af), dan Kaidah Fikih: Hukum Asalnya Adalah Tetapnya Sesuatu Pada Keadaan Sebelumnya (bs)

– Syariat Islam adalah syariat yang mudah dan tidak menyusahkan (br)

– Dalam beberapa riwayat ditegaskan bahwa banyak ragu ‘apakah berhadats?’ saat salat itu berasal dari setan (br)

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

Referensi:

– sd, Abdurrahman as Sa’di: التعليقات على عمدة الأحكام، عبد الرحمن بن ناصر السعدي، الحديث الـ25

– br, Abdurrahman al Barrak: العدة في فوائد أحاديث العمدة، عبد الرحمن بن ناصر البراك، الحديث الـ26

– ut, Utsaimin: تنبيه الأفهام شرح عمد الأحكام، محمد بن صالح العثيمين، الحديث الـ24

– bs, Abdullah Bassam: تيسير العلام شرح عمدة الأحكام، عبد الله بن عبد الرحمن آل بسام، الحديث الـ24

– hl, Salim al Hilali: زبدة الأفهام بفوائد عمدة الأحكام، أبو أسامة سليم بن عيد الهلالي، الحديث الـ25

– af, Abdullah al Fauzan: مورد الأفهام في شرح عمدة الأحكام ج1، عبد الله بن صالح الفوزان، الحديث الـ28.

Related Articles

Leave a Comment