Home FikihIbadah Keutamaan Salat Rawatib 12 Rakaat dan Hukum Meng-Qada`-nya

Keutamaan Salat Rawatib 12 Rakaat dan Hukum Meng-Qada`-nya

by Ustadz Ivana

Mayoritas ulama mengatakan bahwa salat ini adalah salat sunnah yang paling besar pahalanya, melebihi salat malam.

📋 A. KEUTAMAAN RAWATIB 12 RAKAAT

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ

“Barangsiapa melaksanakan salat dalam sehari semalam 12 rakaat, maka dibangun untuknya sebuah rumah di surga: 4 rakaat sebelum salat Zuhur (dua rakaat salam, dua rakaat salam) dan 2 rakaat setelahnya, 2 rakaat setelah salat Magrib, 2 rakaat setelah salat Isya, dan 2 rakaat sebelum Salat Fajar -yaitu salat Ghadah (Subuh)” (HSR Tirmidzi).

Beliau ﷺ juga bersabda:

وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ، بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Adapun salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam” (HSR Muslim).

Mayoritas ulama mengatakan bahwa salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat rawatib. Mereka mengartikan ‘salat wajib’ di hadits tersebut sebagai ‘salat wajib dan rawatibnya’.

Jika tidak melaksanakan Rawatib 12 rakaat secara penuh, maka mengerjakan sebagian Rawatib lebih baik daripada meninggalkan seluruh Rawatib. Sebab, 2 rakaat Rawatib lebih baik daripada 2 rakaat Salat Dhuha maupun salat sunah lainnya.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📋 B. WAKTU DAN TEMPAT SALAT RAWATIB

Salat sunah -termasuk Rawatib- dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah, kecuali jika misalnya takut lupa saat sampai di rumah. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا المَكْتُوبَةَ

“Sesungguhnya salat yang paling utama adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali untuk salat wajib” (HSR Bukhari).

Salat Rawatib ‘Qabliyah’ boleh dilaksanakan setelah masuk waktu Salat Wajibnya, meskipun muazin belum azan. Dan Salat Rawatib ‘Bakdiyah’ boleh dilaksanakan jauh setelah Salat Wajibnya, selama masih di waktu Salat Wajib tersebut.

Imam Ibnu Qudamah al Maqdisi mengatakan: “Setiap salat qabliyahnya Salat (Wajib) itu waktunya adalah sejak masuk waktunya hingga pelaksanaan Salat (Wajib). Adapun setiap salat bakdiyah itu waktunya semenjak selesai pelaksanaan hingga habis waktunya (Salat Wajib).

Salat Rawatib tetap disyariatkan bagi orang yang tidak melaksanakan Salat Wajib Berjamaah.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📋 C. MENG-QADA` SALAT RAWATIB YANG LUPUT

Kita boleh meng-qada` salat rawatib yang kita tinggalkan karena uzur -seperti ada tamu, sudah iqamat, dan sebagainya; walaupun uzur tersebut bukan kedaruratan. Mufti Mesir, Dr. Syauqi ‘Allam, menjelaskan bahwa secara umum boleh meng-qada` salat rawatib kapan saja.

Contohnya adalah boleh meng-qada` Qabliyah Subuh setelah selesai dari Salat Subuh. Dahulu Amr bin Qais meng-qada` Salat Qabliyah Subuh setelah Salat Subuh dan dibenarkan oleh Rasulullah ﷺ (HSR Tirmidzi). Tetapi yang lebih utama adalah meng-qada` Qabliyah Subuh setelah matahari terbit. Abu Hurairah menceritakan “bahwasanya Nabi ﷺ tertidur dari dua rakaat fajar (Qabliyah Subuh) lalu meng-qada` keduanya setelah matahari terbit” (HSR Ibnu Majah). Beliau ﷺ sendiri juga bersabda:

مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ

“Barangsiapa belum melaksanakan salat dua rakaat fajar maka hendaklah melaksanakannya setelah matahari terbit” (HSR Tirmidzi).

Contoh lainnya adalah meng-qada` Qabliyah Zuhur setelah Salat Zuhur. Aisyah menceritakan “bahwasanya Nabi ﷺ jika belum sempat melaksanakan salat empat rakaat (dua salam, dua salam) sebelum Salat Zuhur, maka beliau melaksanakannya setelah Salat Zuhur” (HSR Tirmidzi).

Rasulullah ﷺ juga pernah mencontohkan qada` Bakdiyah Zuhur setelah Salat Ashar. Ummu Salamah pernah menanyakan salat dua rakaat yang dilaksanakan Rasulullah ﷺ setelah Salat Ashar, dan beliau menjawab:

يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ، سَأَلْتِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ العَصْرِ، وَإِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ القَيْسِ فَشَغَلُونِي عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ

“Wahai puterinya Abu Umayyah, kamu bertanya tentang dua rakaat setelah Salat Ashar. Sesungguhnya orang-orang dari kabilah Abdul Qais mendatangiku dan membuatku tidak sempat melaksanakan dua rakaat setelah salat Zuhur. Maka itulah dua rakaat tersebut” (HSR Bukhari dan Muslim).

Hadits tentang Rasulullah ﷺ membenarkan Amr bin Qays meng-qada` Qabliyah Subuh setelah Salat Subuh dan Rasulullah ﷺ meng-qada` Bakdiyah Zuhur setelah Salat Ashar merupakan dalil bahwa: boleh meng-qada` Salat Rawatib di ‘waktu terlarang’ (setelah Salat Subuh, setelah Salat Ashar, dan ketika matahari tepat di atas kepala). Sebab, yang dilarang di waktu terlarang adalah salat sunah mutlak.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📚 Referensi:

48 Fâidah fi Qiyâm al Layl wa Shalâh at Tarâwîḥ karya Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid hal. 6

A’mal Yubna lak biha Buyût fi al Jannah fi al Ayyâm al ‘Asyr al Ḥisân karya Dr. Ahmad Mustafa Mutawalli hal. 16-19

Al Mughni karya Imam Ibnu Qudamah al Maqdisi II/544

– Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah I/321-322

Shalâh at Tathawwu’ fi Dhaw` al Kitâb wa as Sunnah karya Dr. Said bin Ali bin Wahf al Qahthani hal. 43-45

– dar-alifta.org/ar/fatawa/17725

Share agar kamu dapat pahala jariyah

[Tulisan ini pertama kali diposting di grup WA, Sb130246170824].

Related Articles

Leave a Comment