Home FikihKaidah Fikih Kaidah Fikih: Hukum di Dunia Berdasarkan Islam dan Hukum di Akhirat Berdasarkan Iman

Kaidah Fikih: Hukum di Dunia Berdasarkan Islam dan Hukum di Akhirat Berdasarkan Iman

by Ustadz Ivana

Di dunia, kita menghukumi seseorang berdasarkan apa yang terlihat dari dirinya. Adapun isi hatinya adalah tanggungan dia di akhirat.

📋 A. REDAKSI DAN PENJELASAN KAIDAH

أَحْكَامُ الدُّنْيَا عَلَى الْإِسْلَامِ وَأَحْكَامُ الْآخِرَةِ عَلَى الْإيْمَانِ

Hukum di dunia berdasarkan Islam dan hukum di Akhirat berdasarkan Iman.

Yang dimaksud dengan Islam di sini adalah hal-hal yang sifatnya lahir (nampak), dan Iman adalah yang sifatnya batin (keyakinan dan niat).

Maksud dari kaidah ini adalah bahwa hukum fikih, muamalah, dan putusan perkara di dunia itu didasarkan pada aturan Islam dan perilaku-ucapan yang nampak; bukan pada hal-hal ghaib (termasuk niat dan keyakinan seseorang).

Adapun di Akhirat, seseorang mendapat ganjaran atau hukuman berdasarkan keyakinan dan niatnya, selain juga berdasarkan perilaku dan ucapannya.

Ada pula yang menyebutkan kaidah ini dengan redaksi lain, di antaranya:

– الْأَحْكَامُ عَلَى الظَّاهِرِ، وَاللّٰهُ يَتَوَلَّى السَّرَائِرِ

“Hukum (di dunia) didasarkan apa yang nampak, dan Allah mengurus hal-hal yang tidak nampak”,

– الْأَحْكَامُ تَبْتَنِيْ عَلَى الْعَادَةِ الظَّاهِرَةِ

“Hukum (di dunia) didasarkan pada hal yang biasanya nampak”.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📋 B. DALIL KAIDAH

Di antara dalil kaidah ini adalah firman Allah:

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang sedikitpun” (Surat al Anbiya`: 47),

Dan sabda Rasulullah ﷺ:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ، وَأَقْضِيَ لَهُ عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya aku hanyalah manusia dan sesungguhnya kalian mengadukan perkara kepadaku. Bisa jadi sebagian kalian lebih pandai berargumentasi daripada yang lain, lalu aku putuskan untuknya sesuai dengan yang aku dengar. Maka barangsiapa aku putuskan untuknya hak saudaranya maka janganlah dia mengambilnya, karena itu tak lain berarti aku memberinya sepotong api (neraka)” (HSR Bukhari).

Adapun redaksi:

أُمِرْتُ أَنْ أَحْكُمَ بِالظَّاهِرِ واللَّه يَتَوَلَّى السَّرَائِرَ

“Aku diperintahkan menghukumi berdasarkan apa yang nampak, Allah yang mengurus hal-hal yang tidak tampak” adalah hadits palsu yang tidak ada di kitab hadits mu’tabar manapun, sebagaimana dikatakan oleh Imam as Sakhawi, Imam Zainuddin al ‘Iraqi, dan Imam al Mizzi. Cukuplah kita berdalil dengan ayat Quran dan hadits shahih seperti yang telah disebutkan di atas.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📋 C. CONTOH PENERAPAN

1. Persaksian

Jika dua orang -yang dinyatakan terpercaya- telah memberikan kesaksian, maka hakim harus membuat keputusan berdasarkan kesaksian keduanya. Hakim tidak boleh menunda keputusan hanya karena bisa jadi kedua saksi ini berbohong.

Adapun jika ternyata kedua saksi yang dianggap terpercaya itu ternyata berbohong, maka itu akan diurus oleh Allah.

2. Hutang

Jika seseorang memiliki tanggungan hutang yang tidak dapat dibuktikan, maka pengadilan menyatakan bahwa dia tidak berhutang.

Adapun jika sebenarnya dia memiliki hutang dan tidak melunasinya di dunia, maka Allah akan membuatnya melunasi di Akhirat dengan pahalanya.

3. Keislaman

Orang yang menampakkan keislaman harus diperlakukan sebagai muslim selama tidak melakukan hal yang jelas-jelas kufur. Dia berhak diucapi salam, bisa menjadi imam salat, boleh menikahi muslimah, dan jenazahnya diperlakukan secara Islam.

Adapun jika sebenarnya di hatinya menyembunyikan kekufuran (munafik), dia tetap akan masuk neraka selamanya.

4. Anak

Anak yang lahir di sebuah keluarga dianggap sebagai anak kandung mereka, meskipun si ibu pernah punya catatan tidak baik, selama bapaknya tidak mengingkarinya. Bapaknya berhak menjadi wali nikahnya dan berhak saling mewarisi.

Adapun jika sebenarnya anak itu dilahirkan si ibu dari laki-laki lain, maka si ibu yang menanggung dosanya.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📚 Referensi:

Al Maqâshid al Ḥasanah fi Bayân Katsîr min al Aḥâdîts al Musytahirah ‘ala al Alsinah karya Imam Sakhawi hal. 91

Ma’lamah Zâid li al Qawâ’id al Fiqhiyyah karya sejumlah ulama III/301-312

Mawsû’ah al Qawâ’id al Fiqhiyyah karya Dr. Muhammad Shidqi al Burnu hal. 196

– Dengan pengembangan pada contoh.

Share agar kamu dapat pahala jariyah

[Tulisan ini pertama kali diposting di grup WA atas nama MTT PDM Kab. Blitar, Sn200545041223].

Related Articles

Leave a Comment