Home FikihIbadah Bacaan Buka Puasa Yang Shahih Dan Yang Tidak

Bacaan Buka Puasa Yang Shahih Dan Yang Tidak

by Ustadz Ivana

Jangan sampai kita berpuasa selama 29 atau 30 hari dan selalu membaca doa yang hadisnya dhaif, padahal ada hadis sahih dalam hal ini.

📋 A. BACAAN YANG SHAHIH

Kita membaca bismillâh sebelum berbuka dan membaca alḥamdulillâh setelahnya, seperti adab makan pada umumnya. Dan ada doa khusus setelah minum buka puasa

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan: Dahulu setelah Rasulullah ﷺ berbuka, beliau mengucapkan:

ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللّٰهُ

“Dahaga telah hilang, kerongkongan telah basah, dan pahala telah tercatat insyaAllah” (HHR Abu Dawud).

Kalimat ini diucapkan Setelah Berbuka sebagaimana keterangan para pensyarah Sunan Abu Dawud seperti Syaikh Abu Thayyib Muhammad Syamsulhaq dan Syaikh Khalil Ahmad as Saharanfuri; karena jelas menggunakan redaksi fi’il madhi ‘dahaga TELAH hilang, kerongkongan TELAH basah’. Pensyarah Sunan Abu Dawud lainnya yaitu Imam Ibnu Raslan menambahkan: “Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa doa ini khusus tentang Minum Air, bukan tentang makan kurma dan sejenisnya”.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📋 B. BACAAN YANG TIDAK SHAHIH

Ada doa berbuka puasa yang terkenal di Indonesia tetapi justru berasal dari hadits dhaif dan ditambah kalimat tambahan, yaitu:

اللّٰهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Ya Allah, untukMu aku berpuasa, kepadaMu aku beriman, dengan rezekimu aku berbuka, dengan rahmatMu wahai Yang Maha Penyayang”.

Doa dengan redaksi persis seperti ini tidak ada di kitab hadits manapun. Adapun hadits yang menyebutkan doa mirip seperti ini adalah:

اللّٰهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Ya Allah, untukMu aku berpuasa dan dengan rezekimu aku berbuka” (HR Abu Dawud), dan:

بِسْمِ اللّٰهِ، اللّٰهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Dengan nama Allah. Ya Allah, untukMu aku berpuasa dan dengan rezekimu aku berbuka” (HR Thabrani dalam al Mu’jam al Awsath).

Hadits yang pertama adalah hadits dhaif karena diriwayatkan oleh tabiin bernama Muadz bin Zuhrah dari Rasulullah ﷺ, padahal dia tidak pernah bertemu beliau ﷺ.

Hadits yang kedua lebih dhaif lagi karena di dalam sanadnya terdapat rawi bernama Ismail bin Amr al Bajali dan Dawud bin Zibriqan. Imam Ibnu ‘Adi menyebut bahwa Ismail bin Amr al Bajali meriwayatkan hadits-hadits yang tidak dapat dikuatkan. Adapun tentang Dawud bin Zibriqan, Imam Abu Zur’ah mengatakan: “matrûk” (dituduh berdusta dalam hal hadits).

Selain itu, redaksi wabika âmantu adalah ‘tambahan yang tidak ada dalilnya’ sebagaimana dikatakan oleh Imam Tibrizi. Redaksi biraḥmatika yâ arḥamar râḥimîn juga tidak ada dalilnya.

Jadi, doa Allâhumma laka shumtu didasarkan pada hadits dhaif dan ditambah redaksi yang tidak ada dalilnya sama sekali.

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📚 Referensi:

Al Kâmil fî Dhu’afâ` ar Rijâl karya Imam Ibnu ‘Adi I/523

‘Awn al Ma’bûd Syarḥ Sunan Abî Dâwûd karya Syaikh Abu Thayyib Muhammad VI/482

Badzl al Majhûd fî Ḥall Abî Dâwûd karya Syaikh Khalil as Saharanfuri -cet. Dar al Kutub al ‘Ilmiyyah- XI/161

Mîzân al I’tidâl fî Naqd ar Rijâl karya Imam Dzahabi II/7

Mirqâh al Mafâtîḥ Syarḥ Misykâh al Mashâbîḥ karya Imam Tibrizi VI/426

Syarḥ Sunan Abî Dâwûd karya Imam Ibnu Raslan X/361.

Share agar kamu dapat pahala jariyah

[Tulisan ini pertama kali diposting di grup WA, R050946050325].

Related Articles

Leave a Comment